Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 26 Maret 2011

Priska - Jadi Kekasih bagi Orang-Orang Terbuang

Priska - penerima "Kick Andy Heroes 2011", suatu ketokohan nyata yang begitu dekat jaraknya dengan kita - patut jadi bahan renungan untuk kita. Dia yang berkekurangan fisik dan berkekurangan kasih sayang, ditolak & disingkirkan oleh orang tuanya sendiri semenjak dikandungan - mampu memberi cahaya terang bagi orang-orang yang lemah dan tersingkir (KLMTD).

Berita ini saya kutip dari koran Suara Merdeka, Tanggal 25 Maret 2011 dengan judul berita Priskilla, Penerima ”Kick Andy Heroes 2011” - Jadi Kekasih bagi Orang-Orang Terbuang. Patut jadi bahan renungan kita - Dimanakah posisi kita yang diberi kesempurnaan fisik dan kecukupan kasih sayang ini??

Priskilla, Penerima ”Kick Andy Heroes 2011”
Jadi Kekasih bagi Orang-Orang Terbuang



Suara Merdeka (25/03/2011) - Muhammad Syukron

Memiliki kekurangan fisik sejak lahir bukanlah harapan setiap orang. Sebagian masyarakat juga masih menganggap mereka yang memiliki kekurangan fisik hanya akan merepotkan atau mengganggu. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Priskilla Smith Jully. Perempuan tunanetra nan tegar ini justru menjadi cahaya bagi lingkungan di ekelilingnya.

DILIHAT dari luar, sebuah bangunan di Jl Bintoro Raya 13 Kelurahan Pandean Lamper, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang itu tidaklah layak disebut sebagai gedung sekolah. Bangunan bercat putih dengan pagar besi yang ditutup rapat dengan fiber itu lebih mirip gudang. Namun, papan nama bertuliskan The School of Life yang terpasang menegaskan bahwa tempat itu memang sebuah sekolah.

Tak seperti sekolah pada umumnya, tempat itu juga berfungsi sebagai tempat tinggal bersama. "Tempat belajar dan berproses dalam hidup yang diberkati Tuhan". Demikian Priskilla Smith Jully menyebutnya.

Seratus orang, terdiri atas para penyandang cacat fisik, cacat mental, hingga bayi yang dibuang orang tuanya, tinggal di tempat tersebut.

Sebagai pendiri sekaligus pengelola, Priska-panggilan akrab Priskilla-memang memberi tempat bagi orang-orang yang terbuang dari keluarga dan lingkungannya. Selain tempat bermakna fisik, dia juga menyediakan ruang hati yang penuh dengan cinta, kasih sayang, dan perhatian total.

Pengalaman pahit menjadi alasan Priska mendirikan sekolah itu. Wanita kelahiran 8 Mei 1978 itu mengisahkan, ketika masih di dalam kandungan, orang tuanya berharap mendapat anak lelaki karena sebelumnya sudah memiliki

anak perempuan. Ketika Tuhan berkehendak lain, orang tuanya pun kecewa.

"Menurut cerita yang saya dengar, orang tua saya habis-habisan berusaha menggugurkan saya. Dari cara tradisional dengan minum air ragi, lompat-lompat, sampai disuntik tiga kali. Namun, saya ternyata tetap tumbuh, meski kemudian dilahirkan buta dan disia-siakan," ungkap wanita kelahiran Jambi itu.

Karena merasa dikucilkan keluarga, dia frustrasi dan bahkan mencoba bunuh diri. Namun keinginan buruk itu tak jadi dilakukannya setelah bertemu seorang teman yang mengajaknya menjadi aktivis gereja.

"Atas berkat Tuhan, saya menemukan cahaya hati di gereja. Artinya, saya dilahirkan itu agar berharga bagi orang lain, dan Tuhan ternyata tidak iseng dalam menciptakan makhluk-Nya. Batin saya disembuhkan oleh Tuhan, sehingga muncul keinginan membantu orang yang mengalami hal seperti saya," jelasnya.

Dermawan Tak Dikenal
Priska menuturkan, pendirian The School of Life berawal ketika dirinya mengikuti pendidikan karakter di The School of Acts di Jl Sindoro I No 13 Ungaran tahun 2004. Di tempat itu, dia berkenalan dengan pengajar asal Amerika. Sang pengajar mengaku memiliki sekolah bernama Dream Centre. Sekolah tersebut menampung orang-orang jalanan, orang-orang putus asa, serta mereka yang terbuang dan terkucilkan dari keluarga.

Priska pun berkeinginan untuk memiliki sekolah yang sama. Tetapi, mengingat dirinya belum memiliki pekerjaan tetap dan tidak bisa melihat, dia menganggap keinginannya hanyalah mimpi.

Pada 2005, Priska mendapat tawaran untuk menjadi penyiar Radio Rhema, radio rohani umat Kristiani di Jalan Permata Hijau Blok BB/36 Pondok Hasanudin, Semarang. Minder. Itulah yang dirasakannya kali pertama ketika masuk kerja. Namun, dengan keteguhan hati, Priska maju bersaing dengan orang-orang yang normal secara fisik. Tanpa sengaja, pada tahun yang sama dia bertemu Merry, wanita lumpuh yang baru saja menjadi yatim piatu. Itulah awal dia menampung orang, karena tidak tega melihat Merry yang sebatang kara.

"Tanpa pikir panjang, saya langsung mengajaknya tinggal bersama di kamar kos. Risikonya, saya harus mengeluarkan biaya hidup tambahan. Saya juga mengajak teman yang memiliki kekurangan pada pendengarannya untuk ikut tinggal bersama. Tapi sayangnya, ibu kos tidak mengizinkan," paparnya.

Memiliki niat baik tentu akan mendapatkan kebaikan pula. Itulah yang meneguhkan hati Priska. Seorang teman lalu meminjamkan sebuah rumah di Tlogosari untuk ditinggali. Untuk mencukupi kebutuhan, dia rela nyambi berjualan air mineral, CD kosong, makanan kesehatan, pulsa, hingga menjadi pengupas bawang merah.

Dari hari ke hari jumlah orang yang diasuhnya bertambah. Mau tidak mau, dia harus berpindah dari kontrakan satu ke kontrakan lainnya. Atas bantuan seorang ibu yang tak dikenalnya, dia mengontrak rumah di Jl Bintoro Raya 13 Kelurahan Pandean Lamper, Kecamatan Gayamsari.

"Ibu itu memberi sebuah cek. Setelah dicairkan ke bank, ternyata jumlahnya besar. Saya kemudian mengontrak tiga rumah sekaligus. Atas izin pemiliknya, tiga rumah diubah menjadi sebuah gedung. Sampai detik ini saya juga tidak tahu siapa ibu itu," ungkapnya.

Tiada Hari Tanpa Doa
Bersama Fandy Kusuma, sarjana lulusan Universitas Dian Nuswantoro yang menikahinya pada 2006, dia mengabdikan hidupnya untuk mereka yang terabaikan. Pasangan ini mencurahkan kasih sayang mereka kepada anak-anak asuhnya melalui terapi, belajar bersama, memberi makan, memakaikan baju, melatih hidup mandiri, membentuk kepribadian, hingga mengobati saat mereka sakit. "Saya bertugas mengurusi manajemen sekolah ini. Termasuk kegiatan dan pendidikan para penghuni sepanjang hari," kata Fandy.

Priska tak ubahnya seperti seorang ibu, teman, dan kekasih bagi orang-orang kurang beruntung di School of Life ini. Perjalanan hidup yang pahit telah mengajarkan banyak hal kepadanya, termasuk bagaimana akhirnya dia memilih mendarmabaktikan hidup bagi orang lain.

"Memulai hari dengan berdoa dan mengakhiri hari selalu dengan berdoa kepada Tuhan, selalu kita tanamkan kepada anak-anak di sini, termasuk sikap sopan santun, pemaaf, dan bersyukur," tutur putri dari Bujung dan Tjien Ngo dan anak kedua dari lima bersaudara itu.

Semangat yang tak kenal menyerah itu membuat The School of Life terus maju. Saat ulang tahun Kick Andy di Metro TV baru-baru ini, Priska terpilih menjadi salah satu dari tujuh penerima Kick Andy Heroes 2011.

Kasih sayang wanita yang acap disapa mami, ibu, atau kakak itu pada anak asuhnya tak pernah berkurang. Dia selalu hafal tingkah laku dan kebiasaan seluruh anak asuhnya yang tak hanya cacat fisik seperti tunanetra, tunarungu, epilepsi, rematik akut, dan polio. Tapi juga orang-orang yang terganggu mentalnya seperti akibat depresi, pengguna narkoba, anak jalanan korban sodomi, anak korban kekerasan orang tuanya, dan lain-lain.

"Mungkin orang lain melihat mereka tidak berguna, sehingga mereka tidak mau mengakui dan membuangnya. Tapi bagi saya, mereka itu lucu meski nggak nyambung saat diajak bicara. Itu karena saya melihat mereka dari sisi lain," kata ibu dari Dyka Aglero (3) dan Holy Mellekh (3 bulan) itu.

Perempuan yang hanya menempuh pendidikan hingga kelas 5 SD itu kini kembali melanjutkan sekolahnya. Program Kejar Paket A yang diikutinya diharapkan berjalan lancar, karena Priska ingin kuliah dan menyandang gelar sarjana hukum.

"Saya ingin menjadi sarjana hukum. Dalam prinsip hidup saya, apa pun masalahnya dapat kita kerjakan. Tak ada alasan karena kekurangan dalam hal fisik," tandasnya.

Karena masih menempati gedung dengan status kontrak, dia berharap dan yakin akan memiliki tempat sendiri yang luas. Dengan begitu, dia bisa lebih berkonsentrasi memberikan terapi bagi anak asuhnya dengan harapan mereka bisa sembuh dan kembali ke tengah masyarakat sehingga dapat bermanfaat bagi sesama.

"Saya percaya, Tuhan memelihara kami. Yang penting, kami selalu berusaha dengan bekerja dan berdoa," tuturnya.
Priska juga berpesan bahwa kekurangan fisik itu merupakan desain Tuhan Pencipta Semesta. Manusia yang dilahirkan dengan segala kekurangan tak seharusnya hanya menerima dengan pasrah tanpa usaha sedikit pun.

"Ada tiga hal yang tidak bisa kita tentukan, yakni lahir di mana, menikah dengan siapa, dan mati kapan. Setelah lahir kita dihadapkan pada pilihan, apakah akan kita isi dengan hal negatif atau hal yang bermanfaat bagi orang lain," tandasnya.

Ditulis Oleh : Harri // 00.36
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar