Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 19 Juni 2015

Pojok Renungan #5: " Puasa, Kekerasan, Tanda"

PUASA
Selamat berpuasa dan bermatiraga.
Tidak untuk minta diperhatikan bahwa kita berpuasa; tidak untuk didahulukan karena kita berpuasa dan berpantang; tidak untuk melarang kebebasan orang lain; tidak untuk mengumumkan dengan plakat besar bahwa kita berpuasa.
Ini adalah kesempatan kita untuk melatih diri, mematikan kekerasan hati dan pikiran, supaya kita bisa menjadi pribadi yang rendah hati.
Rendah hati karena peka dan tidak mau untuk dikendalikan oleh nafsu-nafsu liar (yg seringkali kita benarkan karena kita balut dengan ayat-ayat Kitab Suci). Jadi bukan kepenuhan diri yang mau kita capai, namun kesadaran diri untuk tidak mau lagi dikendalikan oleh kelemahan, keterbatasan dan kekurangan yang ada dalam diri kita.
Selamat melatih diri supaya kita layak dan pantas ikut ambil bagian dalam PaskahNYA.
Tuhan memberkati (+)

Persembahan kepada Tuhan (bdk. Matius 5)
Bila dalam hati masih ada dendam kepada orang lain, apakah bisa kita tutupi bila kita sedang berdoa kepada Tuhan? Bila kita masih ingin melakukan kekerasan kepada sesama, layakkah kita meminta kepada Tuhan kasihNYA?
Hal yg paling sering dilakukan oleh manusia adalah menipu diri sendiri
Puasa dan matiraga membantu kita membersihkan hati dan Budi dari ketidaklayakan menghadap hadiratNYA. Puasa dan matiraga adalah tindakan meletakkan ketidaklayakan diri ini dan memohon supaya Roh Kudus memenuhi hati dan Budi, sehingga kita digerakkan untuk melakukan KehendakNYA.
Persembahan diri adalah menjadikan kita layak untuk dipersembahkan kepada Tuhan dan Tuhan bangga menerima diri kita. Bagaimana dengan kita? 

TANDA
Tanda (bandingkan Lukas 11)
Kira-kira tanda apa yg kita pinta kepada Tuhan dalam hidup kita ini? Lalu jika tanda tsb diberikan oleh Tuhan apakah bisa membuat kita tidak sombong dan menjadi pribadi yg baik dan beriman?
Ratusan bahkan ribuan tanda dari NYA ada dalam diri kita. Namun sering kita abaikan.
Misal: pada saat honeymoon, pasangan adalah anugerah dari Allah. Namun pada saat terjadi beda pendapat, pasangan dikatakan sebagai sumber masalah. Jika diingatkan bahwa pasangan adalah anugerah dari Allah, tetap saja tak mempan. Bahkan ada yg memutuskan untuk berpisah.
Tanda tidak akan berbicara apa-apa sebab kekerasan hati orang. Kekerasan hati membuat orang buta, tuli dan tiada kemampuan merasakan tanda dari NYA.
Matiraga dan puasa adalah pengendalian diri tuk melembutkan hati dan membuat hati menjadi peka terhadap tanda-tanda jaman.
Matiraga memampukan orang tuk menyimak, memperhatikan dan empati terhadap rencana Tuhan.
Bagaimana dgn matiraga dan puasa kita. Apakah baru tahap mengolah "raga" saja? (Ibn Fajar MSF)

Ditulis Oleh : Harri // 15.15
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar